Senin, 27 April 2015

Sejarah Kaos ( T-Shirt )

Kaos oblong atau disebut juga sebagai T-shirt adalah jenis pakaian yang menutupi sebagian lengan, seluruh dada, bahu, dan perut. Kaus oblong biasanya tidak memiliki kancing , kerah , ataupun saku . Pada umumnya, kaus oblong berlengan pendek (melewati bahu hingga sepanjang siku) dan berleher bundar. Bahan yang umum digunakan untuk membuat kaus oblong adalah katun atau poliester (atau gabungan keduanya). Mode kaus oblong meliputi mode untuk wanita dan pria , dan dapat dipakai semua golongan usia, termasuk bayi , remaja , ataupun orang dewasa . Kaus oblong pada mulanya digunakan sebagai pakaian dalam . Sekarang kaus oblong tidak lagi hanya digunakan sebagai pakaian dalam tetapi juga sebagai pakaian sehari-hari.
Sejarah T- Shirt atau kaos oblong pada awalnya digunakan sebagai pakaian dalam tentara Inggris dan Amerika pada abad 19 sampai
awal abad 20. Asal muasal nama inggrisnya, T-shirt , tidak diketahui secara pasti. Teori yang paling umum diterima adalah nama T-
shirt berasal dari bentuknya yang menyerupai huruf "T", atau di karenakan pasukan militer sering menggunakan pakaian jenis ini sebagai " training shirt"

Masyarakat umum belum mengenal
penggunakan kaos atau T-Shirt dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, para tentara yang menggunakan kaos oblong tanpa desain ini pun hanya menggunakannya ketika udara panas atau aktivitas-aktivitas yang tidak menggunakan seragam. Ketika itu warna dan bentuknya (model) itu-itu melulu. Maksudnya,
benda itu berwarna putih, dan belum ada variasi ukuran, kerah dan lingkar lengan

Awal Kepopuleran

T-shirt alias kaos oblong ini mulai
dipopulerkan sewaktu dipakai oleh Marlon Brando pada tahun 1947, yaitu ketika ia memerankan tokoh Stanley Kowalsky dalam pentas teater dengan lakon “A Street Named Desire” karya Tenesse William di Broadway, AS. T-shirt berwarna abu-abu yang dikenakannya begitu pas dan lekat di tubuh Brando, serta sesuai dengan karakter tokoh yang diperankannya. dan film Rebel Without A Cause (1995) yang dibintangi James Dean. Pada waktu itu penontong langsung berdecak
kagum dan terpaku. Meski demikian, ada juga penonton yang protes, yang beranggapan bahwa pemakaian kaos oblong tersebut
termasuk kurang ajar dan pemberontakan. Tak pelak, muncullah polemik seputar kaos oblong. Polemik yang terjadi yakni, sebagian kalangan menilai pemakaian kaos oblong – undershirt – sebagai busana luar adalah tidak sopan dan tidak beretika. Namun di kalangan lainnya, terutama anak muda pasca pentas teater tahun 1947 itu, justru dilanda demam kaos oblong, bahkan menganggap benda ini sebagai lambang kebebasan anak muda. Dan, bagi anak muda itu, kaos oblong bukan semata-
mada suatu mode atau tren, melainkan merupakan bagian dari keseharian mereka. Polemik tersebut selanjutnya justru menaikkan publisitas dan popularitas kaos oblong dalam
percaturan mode. Akibatnya pula, beberapa perusahaan konveksi mulai bersemangat memproduksi benda itu, walaupun semula
mereka meragukan prospek bisnis kaos oblong. Mereka mengembangkan kaos oblong
dengan pelbagai bentuk dan warna serta memproduksinya secara besar-besaran. Citra kaos oblong semakin menanjak lagi manakala
Marlon Brando sendiri – dengan berkaos oblong yang dipadu dengan celana jins dan jaket kulit – menjadi bintang iklan produk tersebut. Mungkin, dikarenakan oleh maraknya polemik dan mewabahnya demam kaos oblong di kalangan masyarakat, pada tahun 1961 sebuah organisasi yang menamakan dirinya “Underwear Institute” (Lembaga Baju Dalam)
menuntut agar kaos oblong diakui sebagai baju sopan seperti halnya baju-baju lainnya. Mereka mengatakan, kaos oblong juga
merupakan karya busana yang telah menjadi bagian budaya mode.

Kaos Oblong di Indonesia

Di Indonesia, konon, masuknya benda ini karena dibawa oleh orang-orang Belanda. Namun ketika itu perkembangannya tidak pesat, sebab benda ini mempunyai nilai gengsi tingkat tinggi, dan di Indonesia teknologi pemintalannya belum maju. Akibatnya benda ini termasuk barang mahal. Namun, kaos oblong baru menampakkan perkembangan yang signifikan hingga merambah ke segenap pelosok pedesaan sekitar awal tahun 1970. Ketika itu wujudnya
masih konvensional. Berwana putih, bahan katun-halus-tipis, melekat ketat di badan dan hanya untuk kaum pria. Beberapa merek yang
terkenal waktu itu adalah Swan dan 77. Ada juga merek Cabe Rawit, Kembang Manggis, dan lain-lain. Dan tren kaos oblong rupa- rupanya direkam pula oleh Kartunis GM Sudarta melalui tokoh Om Pasikom dan kemenakannya dengan tajuk “Generasi Kaos Oblong” (Harian Kompas, 14 Januari 1978). Tahun 1980 an dunia kaos oblong dikuasai
oleh industri kreatif. Muncul merek-merek terkenal seperti C59 dari Bandung, JOGER dari Bali, dan DAGADU dari Yogyakarta. Kaos-kaos ini terkenal dengan designnya yang unik dan menarik. Selain merek-merek tersebut, dunia
kaos indonesia dikuasai oleh beberapa merek terkenal yang dijual di supermarket seperti merek HAMMER, POSHBOY, OSELLA, dan
masih banyak lagi. Sebagian dari merek-merek terkenal ini masih bertahan, namun sebagian
yang lain sudah tidak beredar di pasaran. Tahun 1990 an adalah tahun dimana dunia kaos Indonesia diramaikan oleh maraknya insan-insan kreatif yang menjual kaos dengan design sendiri dan memproduksi sendiri, serta
menjual di toko sendiri. Mereka inilah yang dikenal sebagai Distro Clothing. Distro sendiri merupakan singkatan dari "Distribution Outlet" yang berarti toko yang mendistribusikan atau menjual barang-barang unik termasuk kaos.

Nah bagaimana dengan kalian, ingin membuat T-Shirt dengan desain semau kalian?  Bikin T-Shirt yang mewakili identitas kalian?
Waroeng Cetak tempatnya,
Berkunjunglah ke tempat kami :)

Alamat : Jl. Gunung Dempo No. 234 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung

Contact Person :
- 085766955564
- 085269069900

Pin BB : 769A3679

Facebook : waroeng cetak lampung
Twitter : @waroengcetakbdl
Path : Waroeng Cetak Bdl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar